BAB
I
PENDAHULUAN
Perkembangan sains tidak terlepas dari
perkembangan teknologi, politik ekonomi, sosial dan filsafat di masyarakat. Manusia dapat berpikir karena
mempunyai bahasa. Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala
sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan. Dengan demikian, segala sesuatu yang pernah diamati dan dialami
dapat disimpannya,menjadi tanggapan-tanggapan dan pengalaman-pengalaman yang
kemudian diolahnya (berpikir) menjadi pengertian-pengertian bermakna. Dengan
singkat,karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia berpikir. Kita
berpikir untuk menemukan pemahaman dari rasa keingintahuan kita terhadap
sesuatu.
Sering
kita mendengar istilah filsafat, filsafat ilmu pengetahun, pengetahuan dan ilmu
pengetahuan, Istilah-istilah yang tentunya sudah tidak asing di telinga kita
karena sungguh familiar saat kita sedang membaca sebuah buku maupun saat sedang
mendengarkan suatu seminar, khususnya yang terkait bidang pendidikan. Terkadang
sulit memang mengartikan makna masing-masing istilah tersebut. Tidak jarang
pula kita berasumsi bahwa filsafat dan filsafat ilmu pengetahuan memiliki makna
yang sama. Begitu pula antara ilmu dengan ilmu pengetahuan yang sering kita
anggap sama maknanya. Padahal keempat istilah tadi memiliki makna yang berbeda
satu sama lain dan dapat dilihat jelas perbedaannya jika kita telusuri lebih
dalam.
Filsafat, yang dalam pikiran kita akan memunculkan suatu persepsi sempit
sebagai istilah yang maknanya kurang lebih adalah proses berpikir tingkat
tinggi yang dilakukan dengan penalaran logis dan kritis akan sesuatu hal yang
tergambar jelas di alam yang dapat diamati dengan indera dan hanya dapat
dilakukan oleh orang yang berilmu tinggi dan bijaksana, layaknya seorang filsuf
atau professor. Sedangkan ilmu pengetahuan atau sains, kita artikan sebagai
hasil pemikiran seorang jenius yang mampu menghadirkan pengetahuan baru yang
dapat diindera yang dihasilkan melalui pengamatan berulang dan kemudian
disimpulkan sebagai sebuah teori.
Dalam kehidupan yang serba moderen seperti sekarang ini, dimana manusia seolah
mampu menciptakan segalanya dan mampu mengatasi segala permasalahan
kehidupannya, memang mutlak tidak terlepas sebagai peran penting yang dimainkan
oleh filsafat dan sains yang sudah berkembang sedemikian majunya sebagai hasil
pemikiran manusia itu sendiri. Namun, hal itu pulalah yang mengakibatkan
manusia-manusia yang hidup di zaman moderen saat ini seolah melupakan dari mana
mereka berasal dan siapa yang menciptakan mereka. Sedikit dari manusia moderen
ini tidak lagi mengenal siapa Tuhan mereka dan tidak mengakui ajaran yang
diturunkan-Nya yang kemudian kita kenal sebagai agama (wahyu). Mereka hanya
berpikir bahwa filsafat adalah moyang dari ilmu pegetahuan atau sains yang
mereka anggap sebagai dewa mereka.
Dalam hal ini, kita harus pintar-pintar dalam melihat hubungan diantara
beberapa istilah tadi, yaitu filsafat dan filsafat ilmu pengetahuan,
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta kaitannya dengan agama sebagai wahyu
Tuhan.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu yang besar,
kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan
filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang
telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah diri
bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan
tidak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam
keberanian berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah
kita jangkau. Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak
kira-kira abad ke7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan
berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak
menggantungkandiri kepada (agama) lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat
tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah
proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat
Kata falsafa atau filsafat
dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga
diambil dari bahasa Yunani, philosophia.
Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal darikata-kata
( philia= persahabatan, cinta) dan ( sophia=
"kebijaksanaan"). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia
seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang
berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui
hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang, yang berdiri di puncak
tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak
kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Ada beberapa karateristik
berfikir filsafat yaitu:
1. Sifat menyeluruh, seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya
dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam
konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral.
Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan
pada dirinya.
2. Sifat mendasar, seorang yang berfikir filsafat selain tengadah ke
bintang-bintang juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Dia tidak
lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Namun harus memulai dari satu
titik yang awal yang benar sekaligus titik akhir yang benar.
3. Sifat spekulatif, yakni tafsiran atau dugaan yang tidak didasarkan pada
kenyataan sebenarnya. Berfilsafat didorong tidak hanya untuk mengetahui apa
yang telah kita tahu, tetapi juga apa yang kita belum tahu. Bahkan setelah kita
menetapkan titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar, kita tidak
yakin akan hal itu. Dalam hal ini kita hanya berspekulatif. Dan ini suatu dasar
yang tidak bisa diadakan namun hal ini tidak bisa dihindarkan.
Yang penting adalah bahwa dalam
prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, kita bisa memisahkan
spekulasi mana yang bisa diandalkan dan mana yang tidak. Dan tugas utama
filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Sekarang kita
sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang dimulai dengan spekulasi. Dari
serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan
yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan (Suriasumantri,
2007:22).
Harold H. Titus (1979 ) memberi pengertian: (1) Filsafat
adalahsekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu
usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan, (3) Filsafat adalah
analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian
(konsep); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan
yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
2.2. Pengertian
Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu
pengetahuan menyelidiki objek materi melalui berbagai jenis ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah mempersoakan tentang hakikat penyelidikan ilmu
pengetahuan.
Menurut susunan
kata-katanya dapat dimengerti bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu
bidang studi filsafat yang objek materinya berupa ilmu pengetahuan dalam
berbagai jenis, bentuk dan sifatnya. Jadi meliputi pluralitas ilmu pengetahuan.
Jadi yang dimaksud filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi ilmu filsafat
yang mempelajari segala macam jenis, bentuk dan sifat pengetahuan menurut segi
yang paling hakiki.
Keberadaan filsafat
ilmu pengetahuan ditentukan oleh 2 faktor yaitu:
1.
Faktor intern, dari dalam ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah
bahwa perkembangan pluralitas ilmu pengetahuan didasarkan pada sifat internal
objek penyelidikan yang terdiri atas bagian-bagian. Setiap bagian, karena
khusus mengandung kebenaran lebih objektif, pasti dan dapat dipercaya. Atas
dorongan internal itu ilmu pengetahuan lahir dari filsafat dengan objek,
metode, system dan kebenaran yang bersifat khusus.
2.
Faktor ekstern, dari luar ilmu pengetahuan. Hal ini juga
merupakan satu faktor kuat penyebab kelahirannya. Faktor ini berupa kenyataan
bahwa laju perkembangan jumlah penduduk dunia tidak berimbang lagi dengan
ketersediaan sumber daya alam. Faktor ini mendorong diperlukannya pengetahuan khusus
yang benar dan pasti dan bersifat praktis-teknis. Pengetahuan demikian memiliki
kemampuan reproduktif untuk mengolah sumber daya alam sehingga dapat bermanfaat
bagi usaha mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
Manfaat mempelajari filsafat ilmu pengetahuan:
1.
Mengembangkan ilmu pengetahuan , teknologi dan perindustrian
dalam batasan nilai ontologis. Dengan paradigma ontologism, diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuwan yang mampu mengatasi bahaya
sekularisme ilmu pengetahuan.
2.
Mengembangkan ilmu pengetahuan , teknologi dan perindustrian
dalam batasan nilai epistomologis. Dengan paradigma epistomologis diharapkan
dapat mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuwan yang mampu membentuk
sikap ilmiah.
3.
Mengembangkan ilmu pengetahuan , teknologi dan perindustrian
dalam batasan nilai etis. Dengan paradigm etis diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan perilaku adil yang membentuk moral tanggung jawab sehingga
pemberdayaan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian semata-mata hanya untuk
kelangsungan yang adil dan berkebudayaan.
2.3 Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan (science) antara lain disebutkan sebagai pengetahuan yang benar dan pasti
mengenai suatu objek tertentu yang konkret dan yang diperoleh secara metodik
dan sistematik. Jadi, ada beberapa point yang bersama-sam menentukan bagi
adanya ilmu pengetahuan yaitu adanya objek,
metode, system dan kebenaran.
a.
Objek Ilmu Pengetahuan
Menurut penjelasan Webster (dalam Suhartono,
2005) tersebut, ada beberapa penekanan mengenai objek, seperti sesuatu yang
dapat dilihat, disentuh dan diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisis
atau mental, suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, dan suatu hal yang
menjadi masalah pokok suatu penyelidikan. Jadi, dapatlah dipahami bahwa apa
yang dimaksud dengan objek adalah
sasaran pokok atau tujuan penyelidikan keilmuwan.
b.
Metode Ilmu Pengetahuan
Dalam pembicaraan mengenai ilmu pengetahuan,
yang dimaksudkan degan metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat
keilmuwan yang sering disebut metode ilmiah (scientific methods). Metode ini
perlu, agar tujuan keilmuwan yang berupa kebenaran objektif dan dapat
dibuktikan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah
menjadi ilmu pengetahuan, yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan
studinya.
c.
Sistem Ilmu Pengetahuan
Hal ini berarti bahwa pengetahuan-pengetahuan
ilmiah yang terkandung di dalamnya, antara yang satu dengan yang lain haruslah
saling berhubungan secara fungsional dalam suatu sistem. Adanya sistem bagi
ilmu pengetahuan itu diperlukan agar jalannya penelitian lebih terarah dan
konsisten dalam mencapai tujuannya, yaitu kebenaran ilmiah itu tadi.
d.
Kebenaran Ilmiah
Yang dimaksud kebenaran ilmiah adalah suatu
pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuwan.
Adapau kebenaran yang pasti adalah mengenai suatu objek materi, yang diperoleh
menurut objek forma, metode dan sistem tertentu. Karena itu kebenaran ilmiah
cenderung bersifat objektif, tidak subjektif. Artinya terkadang di dalamnya
sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang berbeda-beda tetapi saling
bersesuian.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa ilmu pengetahuan (sains) adalah kumpulan pengetahuan yang
terstruktur dan sistematik yang terbentuk jika ada objek, ada subjek, dan ada sarana
membangun struktur kumpulan pengetahuan tersebut, misalnya bahasa dan logika.
Ilmu pengetahuan berada dalam lingkaran metode-aktivitas-pengetahuan yang
merupakan siklus yang tak akan berhenti dieksplorasi manusia.
2.4.
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan, kata dasarnya “tahu”, mendapatkan
awalan dan akhiran pe dan an. Imbuhan ‘pe-an’ berarti menunjukkan adanya proses. Jadi menurut susunan
perkataannya, pengetahuan berarti proses
mengetahui dan menghasilka sesuatu yang disebut pengetahuan. Sebagai salah satu bidang filsafat, masalah ini
dipersoalkan secara khusus di dalam “epistomologi” yang berasal dari bahasa
Yunani episteme, berarti pengetahuan dan bagaimana cara
mengetahuinya.
Adapun pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada
secara niscaya pada diri manusia. Keberadaannya diawali dari kecenderungan
psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan. Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan
kejiwaan. Adapun unsur lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan
(emotion). Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja
sama saling pengaruh memengaruhi menurut situasi dan keadaan.
Idealnya pengetahuan seharusnya mengandung kebenaran sesuai dengan prinsip akal,
perasaan dan keinginan. Dengan kata lain, pengetahuan yang benar haruslah dapat
diterima akal sekaligus dapat diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan
dalam praktik perilaku.
Dari proses terbentuknya pengetahuan, dapat
disimpulakan bahwa hakikat pengetahuan berlapis-lapis mulai dari tingkat kepercayaan,
keraguan sampai pada tingkat kepastian dan keyakinan.
Mengenai sebab musabab pengetahuan juga
bersangkutan dengan masalah sumber-sumber pengetahuan. Dikenal ada beberapa
sumber, yaitu:
1.
Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama adalah berupa
nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya bebrbentuk norma-norma
dan kaidah-kaidah baku yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain,
juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah orang tua, guru, ulama, orang yang
dituakan dan sebagainya.
3.
Pengalaman indriawi (pancaindra). Dengan mata, telinga, hidung,
lidah dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung kebenaran suatu objek
dan secara langsung pula bisa melakukan kegiatan hidup.
4.
Akal pikiran, cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum,
objektif dan pasti serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah.
5.
Intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam.
Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang
bersifat langsung. Artinya tanpa melakukan sentuhan indra maupun olahan akal
pikiran.
Kelima sumber tersebut
memberikan jawaban umum mengenai sebab musabab adanya pengetahuan yang kiranya
dapat disederhanakan sebagai berikut:
Pada mulanya pengetahuan didapat dengan cara
percaya, yaitu percaya kepada adat istiadar, agam-agama dan kesaksian orang
lain. Selanjutnya melalui kemampuan pancaindra/pengalaman kepercayaan itu mulai
diragukan kebenarannya. Ketika pikiran mulai bekerja maka mulai ada perkiraan,
yaitu ketika faktor-faktor yang mengiyakan atau yang menidakkan mulai berat
sebelah, begitu seterusnya.
Apabila berat sebelahnya semakin kuat, maka
kemudian berubah menjadi pendapat. Ketika pendapat dapat serius teruji baik
secara empirik maupun rasional, maka berubah menjadi kepastian. Akhirnya ketika
kepastian selalu teruji baik secara empiric maupun rasional, maka berubah
menjadi keyakinan yang cenderung sulit untuk diubah.
2.5.
Pengertian Biologi,
Pendidikan Biologi
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘bios’ yang
artinya hidup dan ‘logos’ yang
artinya ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuau yang hidup beserta masalah-masalah yang menyangkut
kehidupan. Obyek kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk
hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi yang mengkhususkan diri
pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya anatomi, anastesi,
zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi,ekologi, genetika, embriologi,
entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi,mikrobiologi, morfologi,
paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.
Aristoletes
(384-322 SM) adalah seorang ilmuwan dan filosof Yunani yang dipercayai sebagai
perintis ilmu biologi. Ia telah mempelajari tentang 500 jenis hewan dengan
sistem klasifikasinya, hal ini memberi pengaruh yang besar pada pemikiran dalam perkembangan ilmu-ilmu
biologi (Salam, 1997). Hubungan biologi dengan filsafat ilmu pengetahuan
adalah dengan adanya filsafat ilmu pengetahuan yang mengkritisisasi dan
memikirkan efek-efek ilmu biologi dan perkembangannya bagi pengetahuan
manusia dan dampaknya pada refleksi etis tentang berbagai problema serta akses
pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, maka biologi dapat bermanfaat secara
efektif dalam kehidupan umat manusia. Atau dengan kata lain, filsafat ilmu
merupakan kajian secara mendalam dan spesifik tentang hakikat ilmu (pengetahuan
ilmiah), seperti obyek apa yang dikaji ilmu, bagaimana cara memperoleh ilmu,
bagaimana ilmu digunakan, bagaimana
kaitan penggunaan ilmu dengan kaidah-kaidah moral kehidupan.Ilmu biologi
banyak berkembang pada abad ke-19, dengan ilmuwan menemukan bahwa organisme
memiliki karakteristik pokok. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah
dan universitas di seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat
setiap tahun dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran. Hal ini juga
mendukung perkembangan ilmu pendidikan
biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan
pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan
biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal
maupun non formal.
Pendidikan biologi
dapat dimaknai sebagai upaya untuk membelajarkan biologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan dalam suatu pembelajaran formal di sekolah maupun nonformal dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan biologi perlu dimaknai secara luas dan
mendalam, yakni bukan hanya pemahaman dalam penguasaan teori dan konsep dalam
ilmunya, tetapi juga lebih dari itu yang terpenting mampu menyentuh aspek
sosial yang implementasinya bisa langsung dirasakan manfaatnya dalam kehidupan.
Misalnya, membelajarkan kepada anak untuk berperilaku bersih dan sehat yang
peduli akan lingkungan dan menyayangi alam sekitarnya sebagai bentuk
implementasi nyata pendidikan biologi.
2.6.
Pengertian Agama
Tidak mudah bagi kita untuk menentukan
pengertian agama, karena agama bersifat batiniah, subyektif, dan
individualistis. Kalau kita membicarakan agama akan dipengaruhi oleh pandangan
pribadi dan juga dari pandangan agam yang kita anut. Istilah agama sama dengan
pengertian religion dalam bahasa Inggris. Bozman (dalam Salam, 2008:173)
mengemukakan bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaaan terhadap
aturan-aturan daripada kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.
Agama menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada
Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Manusia
memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya
menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya.
Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan
diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan
diri , yaitu :
a.Menerima
segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasaldari Tuhan
b.Menaati
segenap ketetapan, aturan, hukum dan lain sebagainya yang diyakini berasal
dari Tuhan.
Dengan demikian agama memiliki ruang lingkup pengkajian
hal-hal yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Contohnya:
manusia harus menyakini keberadaan syurga dan neraka tetapi mereka tidak mampu
menemukan keberadaannya sekarang. Hubungan agama dengan ilmu pengetahuan
adalah dengan adanya agama sebagai basik kontrol bagi perkembangan
ilmu pengetahuan yang berdampak dalam kehidupan, maka manusia mampu mengontrol penggunaan
ilmu pengetahuan secara wajar dan positif.
Seperti halnya ilmu dan filsafat , agama tidak hanya untuk
agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya.
Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai
dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan
hidup manusia dan sampai kepada perilaku manusia itu sendiri.
Kebenaran dan pengetahuan dari agama menggunakan metode thetis deduktif. Dikatakan thetis karena bertitik tolak dari
dalil-dalil atau aksiama-aksiama agama yang tidak dapat ditolak kebenarannya.
Dikatakan deduktif karena pengetahuan dan kebenaran tersebut
disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan
masalah-masalah khusus.
Pengetahuan agama bukanlah suatu pengalaman yang bersifat
teoritis, melainkan merupakan penghayatan yang mendalam tentang manusia dengan
Tuhannya, serta pengalaman semua yang telah digaris-garis oleh agama tersebut.
Ciri-ciri daripada semua agama sebagai berikut:
a. Agama merupakan sistem tauhid atau
system keimanan/keyakinan terhadap eksistensi sesuatu yang absolute (mutlak) di
luar diri manusia yang merupakan
Causa-Prima atau penyebab pertama daripada segala sesuatu termasuk dunia
itu dan segala isinya.
b. Agama merupakan suatu sistem ritual
atau peribadatan/penyembahan dari manusia kepada sesuatu yang diberi predikat
yang absolut (mutlak) atau Causa-Prima itu.
c. Agama merupakan satu sistem nilai
(value system) atau system norma/kaidah yang menjadi pola hubungan manusia antar
sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari yang absolute
(mutlak) atau Causa-Prima itu yang seirama dengan sistem tauhid dan sistem
ritual tersebut.
Jadi, agama adalah pengetahuan yang berdasarkan kepercayaan
atau keimanan kepada Allah sebagai sumber pengetahuan kepada kehidupan hari
akhir, kepada malaikat-malaikat sebagai perantara Allah menemui para nabi
kepada kitab-kitab suci, sebagai cara penyampaian dan kepada para nabi sebagai
perantara dan penerima wahyu Allah tersebut.
Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama
dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan
itu. Ilmu pengetahuan adalah sebaliknya yaitu dimulai dengan tanpa kepercayaan
dengan rasa tak percaya. Ilmu pengetahuan mengkaji dengan riset, pengalaman dan
percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual.
Manusia
harus sadar bahwa agama merupakan suatu kebenaran mutlak yang diturunkan Tuhan
untuk dijadikan jalan hidup. Agama harus diterima sebagai sesuatu yang utuh,
tidak terpisah-pisah, dan tidak mengalami perubahan dimanapun tempatnya. Sudah
seharusnya agama dijadikan sebagai sumber dan dasar yang utama untuk mencari
dan menjalani kebenaran yang hakiki.
2.7. Persamaan (Similiriti)
Dari beberapa istilah
yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat persamaan tujuan. Berdasarkan
tujuannya, terdapat persamaan tujuan antara filsafat, filsafat ilmu
pengetahuan, pengetahuan, sains, sains biologi dan agama, yakni sama-sama
mencari dan menghendaki kebenaran. Meskipun memiliki paradigma yang berlainan,
namun keseluruhannya mengacu pada satu tujuan yang sama.
Filsafat dengan ilmu pengetahuan
memiliki hubungan yang mendasar di dalam perkembangan pengetahuan. Persamaan
filsafat dengan ilmu pengetahuan (sains) yaitu 1. Keduanya mencari rumusan yang
sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada
antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-akibatnya. 3. Keduanya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan
yang bergandengan. 4. Keduanya mempunyai metode dan sistem. 5. Keduanya hendak
memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia
(obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar. 6. Filsafat dan
ilmu, keduanya menggunakan metode berpikir reflektif (refflectife thinking)
dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup. 7. Filsafat dan ilmu, keduanya
tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisasi dan tersusun secara sistematis.
Ilmu membantu filsafat dalam mengembangkan sejumlah bahan- bahan deskriktif dan
faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat. Ilmu mengoreksi filsafat dengan
jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan
ilmiah. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong, yang menjadikan
beraneka macam ilmu dan yang berbeda serta menyusun bahan-bahan tersebut
kedalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia dan menyeluruh dan terpadu.
2.8. Perbedaan (Distingsi)
Kendatipun
makna-makna yang telah disampaikan tadi memiliki kesamaan tujuan, namun secara
umum banyak perbedaan yang muncul. Diantaranya yaitu antara filsafat dengan
ilmu pengetahuan jika dibandingkan dengan agama ditinjau dari segi asalnya
dimana agama mutlak bersumber dari Tuhan sebagai wahyu yang diturunkan kepada
manusia. Sedangkan filsafat dan ilmu pengetahuan berasal dari hasil pemikiran
(penalaran) logis dan mengakar serta radikal akan sesuatu. Filasafat terkadang
hanya membutuhkan pengamatan kritis saja terhadap suatu hal. Berbeda dengan
ilmu pengetahuan yang membutuhkan suatu pembuktian terlebih dahulu untuk
membuktikan sesuatu itu benar atau tidak adanya. Sedangkan agama harus diterima
sebagai suatu ajaran (wahyu) Tuhan yang wajib diterima. Selain itu, agama
memiliki tingkat kebenaran yang mutlak (absolut) yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Sedangkan sains dan filsafat memiliki tingkat kebenaran yang relatif
(nisbi). Artinya bahwa filsafat dan sains masih sangat mungkin memiliki
kesalahan/kekeliruan seiring dengan berjalannya waktu. Agama harus diterima
sebagai suatu sikap kepercayaan yang tidak ada keragu-raguan di dalamnya
(iman). Sedangkan sains dan filsafat, kita perlu melakukan peninjauan kembali
apakah data pengetahuan yang disampaikan benar atau keliru.
Obyek material lapangan filsafat itu
bersifat universal umum, yaitu segala sesuatu yang ada realita sedangkan obyek
material ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu
hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak,
sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu. Obyek
formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar.
Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu,
obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu
mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana
pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan
ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu,
nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul
dari nilainnya. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam
berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat
diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi
tahu
Filsafat memberikan penjelasan yang
terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan
ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang
sekunder (secondary cause).
2.9.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat,
Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Pengetahuan, Biologi dan
Pendidikan Biologi, serta Agama
Tabel :
Rangkuman persamaan dan perbedaan
|
PERSAMAAN
|
PERBEDAAN
|
Obyektif
|
Sama-sama mencari kebenaran
|
-
|
Sumber
|
Filsafat, filsafat ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan, pengetahuan, biologi, pendidikan biologi
berasal dari sumber yang sama, yaitu akal, budi, ratio, reason dan vernuft
|
Agama bersumber dari wahyu Tuhan
(Allah)
|
Metode
|
Ø
Filsafat
dan filsafat ilmu pengetahuan: Mengeksplorasi akal budi secara radikal
(mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam)+unsure
logikanya.
Ø
Ilmu
pengetahuan, biologi, pendidikan biologi: penyelidikan, pengalaman,
percobaan, observasi (metode ilmiah)
|
Ø
Pengetahuan:
pemahaman mendasar dan terbatas yang belum mendalam.
Ø
Agama:
mempelajari kitab suci (firman Allah)
|
Sifat kebenaran
|
Ø
Filsafat,
filsafat ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, pengetahuan, biologi, pendidikan
biologi memiliki kebenaran yang bersifat nisbi (relatif)
|
Ø
Agama
memiliki kebenaran mutlak (absolut)
|
Kebenaran
|
Ø
Filsafat,
filsafat ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan spekulatif (dugaan yang tak dapat
dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimen).
|
Ø
Agama
memiliki kebenaran mutlak (absolut)
|
Faktor/motivasi
|
Ø
Filsafat,
filsafat ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, pengetahuan, biologi, pendidikan
biologi dimulai dengan sangsi /tidak percaya dan rasa ingin tahu yang besar.
|
Ø
Agam
dimulai dengan sikap percaya dan iman.
|
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Filsafat telah
menjadi moyang dari suatu ilmu pengetahuan moderen.
2.
Filsafat
dan ilmu pengetahuan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Filsafat ilmu
pengetahuan sangatlah tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu pengetahuan.
3.
Agama
merupakan basik kontrol bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang berdampak dalam kehidupan, maka manusia
mampu mengontrol penggunaan ilmu pengetahuan secara wajar dan positif.
4. Kebenaran mutlak yang dicari manusia sebenarnya
hanyalah bersifat nisbi (relatif). Suatu filsafat
atau bahkan sains sendiri masih dapat diragukan kebenarannya. Karena pada waktu
tertentu, sains dan filsafat yang sudah dianggap benar pada waktu yang lalu,
akan menjadi keliru pada waktu yang lain.
5.
Agamalah sebagai
sumber dari kebenaran yang hakiki karena hanya agama yang bersumber dari wahyu
Tuhan yang memiliki kebenaran yang mutlak dan tidak boleh ditolak bahkan
diragukan kebenarannya dan manusia sebagai hamba harusnya menerima agama
sebagai suatu ajaran yang diturunkan Tuhannya dengan kepercayaan dan tanpa
keragu-raguan (iman).
DAFTAR PUSTAKA
Salam, B., (2008), Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.
Santriwan,
(2010), Pengertian Filsafat Dan Ilmu Pengetahuan, http://santriw4n.wordpress.com/2010/02/23/pengertian-filsafat-dan-ilmu-pengetahuan/
(diakses
Februari 2010)
Suhartono, S., (2005), Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ar-Ruzz,
Jogjakarta.
Suriasumantri,
J. S., ( 2007),
Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer , PustakaSinar harapan, Jakarta.