BAKTERI
PERUSAK MAKANAN
PENDAHULUAN
Bahan makanan, selain merupakan sumber
gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun
daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga
dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga
bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada
pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau
substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab
penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera,
disentri, atau TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan.
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya
gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan,
alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman
atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan
yan mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini
sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau
sering tertukar dalam penentuan penyebabnya. Secara umum, istilah keracuan
makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh
mikroorganisme., mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin
yang dihasilkan organisme-organisme
tertentu dan gangguan-gangguan akibat
terinfeksiorganisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara
alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang
dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah
gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam
makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam
tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh
terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.
Mikroorganisme tersebar luas di
alam dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril, tetapi
umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak
diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Pengawetan
pangan merupakan usaha untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan
pangan.
Untuk dapat tumbuh dan berfungsi
secara normal, mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber nitrogen, vitamin,
mineral dan faktor pertumbuhan lainnya. Komponen-komponen tersebut diperoleh
mikroba dari bahan pangan, sehingga makanan menjadi rusak. Untuk
pertumbuhannya, kapang mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling minimal,
diikuti dengan khamir, kemudian bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram
positif mempunyai kebu-tuhan zat gizi yang paling lengkap. Di samping komponen
zat gizi yang diperlukan tersebut, kondisi lingkungan yang sesuai, seperti
keberadaan air bebas (aktivitas air), pH, oksigen, dan suhu juga mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka mikroba pun
tidak dapat hidup.
Di dalam proses pasteurisasi atau
sterilisasi, tujuan utama yang diinginkan adalah membunuh mikroba yang tidak
diinginkan, terutama mikroba pembusuk dan patogen. Agar proses pemanasan dapat
menjamin mikroba target terbunuh maka perlu pengetahuan tentang sifat-sifat
mikroorganisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang
berbeda akan tumbuh di dalam produk pangan yang berbeda dari tingkat keasaman,
kandungan air, atau komposisi zat gizinya. Karena mikroba mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap keberadaan oksigen, maka terdapat mikroba yang dapat
tumbuh pada produk pangan yang dikemas dalam kondisi vakum (anaerobik) atau
terdapat oksigen (aerobik). Ketahanan panas mikroba pun berbeda-beda, sehingga
kebutuhan suhu dan waktu pemanasan untuk membunuhnya akan berbeda untuk jenis
mikroba yang berbeda.
Keberadaan
mikroorganisme pembusuk atau patogen dalam makanan kaleng tidak diinginkan,
sehingga pembunuhan atau inaktivasi mikroorganisme menjadi target utama dalam
proses pasteurisasi atau sterilisasi. Oleh karena itu, menjadi sangat penting
memahami jenis dan karakteristik mikroba, terutama dari kelompok mikroba
penyebab kebusukan dan patogen yang berpotensi tumbuh dalam makanan kaleng.
Dalam pengolahan pangan, biasanya jenis mikroba yang menjadi perhatian utama
adalah kelompok kapang, khamir dan bakteri.
Kerusakan
makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen.
Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh
adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan,
atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah
proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut
tidak cukup proses pemanasannya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi
produk yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi
kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses,
karena mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu.
Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit
ditentukan disebabkan mikroba yang mengkontaminasi dapat bervariasi.
Kebanyakan penyakit pada manusia,
hewan dan tanaman disebabkan oleh mikroorganisme. Penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme dapat disebabkan oleh mikroorganismenya sendiri atau oleh
senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Hanya beberapa mikroorganisme
yang menyebabkan penyakit pada manusia. Penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit
dapat terjadi melalui manusia, hewan ataupun makanan. Mikroorganisme penyebab
penyakit melalui makanan yang dibahas di dalam makalah ini adalah Clostridium botulinum.
Bakteri C. botulinum merupakan mikroorganisme yang sering menjadi target
proses termal, terutama untuk produk pangan kelompok berasam rendah. Bakteri
ini sangat berbahaya, karena dapat memproduksi toksin yang mematikan, yaitu
botulin (menyebabkan botulism) dan terdapat pada tanah atau air sehingga bahan
pangan dengan mudah terkontaminasi. Botulin merupakan toksin yang sangat kuat,
satu gram dapat membunuh 300 ribu orang. Toksinnya termasuk neurotoksin, yaitu
menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Tanda-tanda keracunan
botulin adalah tenggorokan menjadi kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta
dapat mengakibatkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas.
Bakteri
C. botulinum merupakan kelompok bakteri mesofilik yang sangat penting dalam
makanan kaleng. Hal ini karena kondisi makanan kaleng yang vakum sangat cocok
bagi pertumbuhan bakteri C. Botulinum, karena sifatnya yang anaerobik (hidup
baik pada kondisi tidak ada oksigen).
PEMBAHASAN
A. BAKTERI PERUSAK MAKANAN
Beberapa spesies pengurai tumbuh di
dalam makanan. Mereka mengubah makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme
yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia.
Contohnya:
Clostridium botulinum, menghasilkan
racun botulinin, seringkali terdapat pada makanan kalengan. Gejala
keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang
mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat
dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya yang
terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan mengkonsumsi
makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan. Mikroorganisme
berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi
keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme tertentu
menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan bau asam,
bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme menimbulkan
perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita, sehingga
kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika tertelan
dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini tidak
mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.
B. KARATERISTIK Clostridium botulinum
Clostridium
botulinum adalah
bakteri yang memproduksi racun botulin, penyebab terjadinya botulisme, racun yang dihasilkannya sangat mematikan 1 kg
saja dapat mematikan seluruh manusia yang ada di bumi. Bakteri ini masuk
kedalam genus Clostridium. Bakteri ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh Emile van Ermengem dan
umumnya dapat ditemukan di tanah.
Clostridium
botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, anaerobik (tidak dapat tumbuh
di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk
spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan
dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau
tidak benar. Ada tujuh tipe botulisme (A, B, C, D, E, F dan G) yang dikenal,
berdasarkan ciri khas antigen dari racun yang diproduksi oleh setiap strain.
Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D
menyebabkan sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering
terinfeksi adalah unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis
ikan. Walaupun tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus
yang diketahui disebabkan oleh strain ini.
Botulisme
karena makanan (untuk membedakan dari botulisme pada luka dan botulisme pada
bayi) merupakan jenis keracunan makanan yang parah. Penyakit ini disebabkan
oleh konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang kuat, yang dibentuk
selama pertumbuhan organisme. Racun ini tidak tahan panas dan dapat dihancurkan
dengan pemanasan pada temperatur 80°C selama10 menit atau lebih. Penyakit ini
jarang terjadi, tetapi sangat diperhatikan karena apabila tidak segera dirawat
dengan benar, tingkat kematiannya tinggi. Kebanyakan kasus yang dilaporkan
setiap tahunnya berkaitan dengan makanan yang kurang diproses, dikalengkan di
rumah tangga, tetapi kadang-kadang makanan yang diproduksi secara komersial
juga terlibat dalam kasus tersebut. Sosis, produk daging, sayuran kaleng, dan
produk makanan laut, paling sering menjadi perantara dalam kasus botulisme pada
manusia.
Organisme ini dan sporanya
tersebar luas di alam. Bekteri ini ada di tanah, baik di tanah olahan, tanah
hutan, endapan di dasar sungai, danau, dan perairan pantai, dan di dalam usus
ikan dan mamalia, dan di dalam insang dan organ dalam kepiting dan jenis-jenis
kerang lainnya.
1. Gejala-gejala penyakit
Ada empat tipe botulisme yang
dikenal: botulisme karena makanan, botulisme pada bayi, botulisme pada luka,
dan botulisme yang belum diklasifikasikan. Makanan-makanan tertentu telah
dilaporkan sebagai sumber spora dalam kasus-kasus botulisme pada bayi dan
kategori yang belum diklasifikasikan; botulisme pada luka tidak terkait dengan
makanan.
Botulisme karena makanan
merupakan nama penyakit (sebenarnya keracunan makanan) yang disebabkan oleh
konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang diproduksi oleh C.
botulinum .
Botulisme pada bayi, yang
pertama kali dikenal tahun 1976, menginfeksi bayi di bawah usia 12 bulan.
Botulisme tipe ini disebabkan karena konsumsi spora C. botulinum yang
kemudian menghuni usus dan memproduksi racun dalam saluran usus bayi ( intestinal
toxemia botulism ). Di antara berbagai sumber lingkungan yang potensial
seperti tanah, air yang ditampung, debu, dan makanan, madu merupakan sumber
spora C. botulinum yang sejauh ini dapat dipastikan menjadi penyebab
botulisme pada bayi, baik dari hasil penelitian laboratorium maupun penelitian
epidemiologi. Jumlah botulisme pada bayi yang dilaporkan meningkat tajam karena
meningkatnya pengetahuan para petugas kesehatan sejak dikenalnya penyakit ini
pada tahun 1976. Sekarang penyakit ini telah dikenal secara internasional, dan
kasusnya dilaporkan dari lebih banyak negara.
Botulisme pada luka merupakan
tipe botulisme yang paling jarang terjadi. Penyakit timbul ketika C.
botulinum , baik secara tunggal maupun bersama dengan mikroorganisme lain,
menginfeksi luka dan menghasilkan racun yang menyebar ke bagian tubuh lain
melalui aliran darah. Makanan tidak terlibat dalam botulisme tipe ini.
Kategori botulisme yang belum
diklasifikasikan melibatkan kasus pada orang dewasa di mana makanan tertentu
atau luka sebagai sumber infeksi tidak dapat diidentifikasi. Diduga, beberapa
kasus botulisme yang termasuk kategori ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan C.
botulinum di dalam usus orang dewasa, yang menghasilkan racun secara in
vivo (di dalam tubuh). Laporan dalam buku-buku kedokteran menunjukkan adanya
botulisme yang mirip dengan botulisme pada bayi, tetapi terjadi pada orang
dewasa. Dalam kasus-kasus ini, pasien sebelumnya pernah menjalani pembedahan
saluran pencernaan dan atau perawatan dengan antibiotik. Diduga bahwa
perawatan-perawatan tersebut dapat mengubah komposisi normal flora usus dan
memungkinkan C. botulinum untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam
usus. Dosis infektif – sangat sedikit (beberapa nanogram) racun dapat
menyebabkan penyakit. Racun ini merupakan salah satu racun paling kuat yang
dikenal di alam.
Gejala-gejala
botulisme karena makanan umumnya dimulai 18-36 jam setelah konsumsi makanan
yang mengandung racun, walaupun kasus-kasus yang ada bervariasi antara 4 jam
hingga 8 hari. Gejala awal keracunan terdiri dari rasa lelah, lemah, dan
vertigo, yang biasanya diikuti dengan penglihatan berganda dan kesulitan bicara
dan menelan yang meningkat. Kesulitan bernapas, rasa lemah pada otot-otot lain,
perut kembung dan konstipasi (sembelit) juga merupakan gejala yang sering
terjadi. Gejala klinis botulisme pada bayi terdiri dari konstipasi yang terjadi
setelah masa pertumbuhan yang normal. Gejala ini diikuti dengan hilangnya nafsu
makan, mengantuk, lemah, keluarnya air liur, dan tangis yang keras, serta nyata
adanya kehilangan kontrol pada bagian kepala. Perawatan yang disarankankan
meliputi tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau menyembuhkan komplikasi
dan efek samping yang mungkin terjadi sehingga pasien merasa lebih nyaman ( supportive
care ). Perawatan dengan obat-obatan antimikrobial tidak dianjurkan.
2. Diagnosis
Walaupun
botulisme dapat didiagnosis dengan gejala klinis saja, penyakit ini mungkin
sulit dibedakan dari penyakit-penyakit lainnya. Cara paling langsung dan
efektif untuk memastikan diagnosis klinis botulisme di dalam labotarorium
adalah dengan memeriksa adanya racun dalam serum atau kotoran pasien atau dalam
makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Saat ini, metode deteksi toksin yang
paling sensitif dan digunakan secara luas adalah uji netralisasi tikus ( mouse
neutralization test ). Uji ini memerlukan waktu 48 jam. Pembiakan sample
memerlukan waktu 5-7 hari. Botulisme pada bayi didiagnosis dengan memeriksa
adanya racun botulinal dan C. botulinum di dalam kotoran bayi.
C. MAKANAN YANG TERKAIT
Makanan yang terlibat dalam kasus
botulisme beragam, sesuai dengan cara pengawetan makanan dan kebiasaan makan di
berbagai wilayah. Semua makanan yang mendukung pertumbuhan dan produksi racun,
yang setelah pemrosesannya memungkinkan masih ada spora yang bertahan, dan
sesudahnya tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi, dapat menyebabkan botulisme.
Hampir semua jenis makanan yang tidak asam (pH di atas 4,6) dapat mendukung
pertumbuhan dan produksi racun oleh C. botulinum . Racun botulinal
telah dibuktikan ada pada berbagai jenis makanan, seperti jagung kaleng,
merica, kacang hijau, sup, bit, asparagus, jamur, buah zaitun matang, bayam,
ikan tuna, ayam, dan hati ayam dan pasta dari hati ( liver pate ), dan
daging olahan yang dimakan dingin ( luncheon meat ), ham, sosis,
terung isi, lobster, ikan asap, dan ikan asin. Kerusakan
makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan yang terdapat di dalamnya dan
mikroba perusak yang di alamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga
kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1. Makanan kaleng berasam
rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan,suws, beberapa
sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan
sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).
2. Makanan kaleng
asam (pH 3,7-4,6), misalnya
produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3. Makanan kaleng berasam
tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk,
pikel, sauerkraut, dan lain-lain.
D. IDENTIFIKASI KERUSAKAN
MAKANAN KALENG
Berikut ini adalah beberapa
indikasi kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis:
1. Flat Sour. Apabila permukaan
kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan apapun, tetapi produk di dalam
kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam yang menusuk. Kerusakan ini
disebabkan oleh aktivitas spora bak-teri tahan panas yang tidak terhancurkan
selama proses sterilisasi.
2. Flipper. Apabila dilihat secara
sekilas, kaleng terlihat norrnal tanpa keru-sakan. Tetapi bila salah satu ujung
kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan cembung.
3. Springer. Apabila Salah satu ujung
kaleng tampak rata dan normal, sedangkan ujung yang lainnya tampak cembung
permanen. Bila bagian yang cembung ini ditekan, maka bagian ujung yang masih
rata akan tampak cembung.
4. Swell. Apabila Kedua ujung kaleng
sudah terlihat cembung akibat adanya bakteri pembentuk gas. Swell (cembung)
dibedakan menjadi soft swell yang lunak dan masih bisa ditekan sedikit dengan
jari, serta hard swell yang keras dan tidak bisa ditekan ke dalam.
E. PENCEGAHAN
Pencegahan
secara total tidak mungkin dilakukan. Semua makanan yang dikalengkan dan
diawetkan secara komersial umumnya aman untuk dikonsumsi (semuanya telah disterilkan
atau terlalu asam atau diawetkan dengan cara lain). Produk segar tidak
berbahaya. Racun dapat dihancurkan pada suhu 75°-80°C, sehingga makanan yang
telah dimasak dan dipanaskan aman dikonsumsi
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1. C. botulinum
merupakan bakteri yang dapat membusukkan makanan kaleng, kebusukan sulfida dan
penggembungan kaleng.
2. Kebusukan
makanan kaleng yang disebabkan oleh bakteri menghasilkan kondisi kaleng yang
abnormal.
3. Botulisme
karena makanan merupakan nama penyakit (sebenarnya keracunan makanan) yang
disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang diproduksi
oleh C. botulinum .
4. Mikroorganisme
yang berbahaya dalam makanan dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat makanan
dan gejala penyakit pada manusia.
5. Keracunan
makanan disebabkan tertelannya mikroorganisme patogen yang mengandung zat
toksin dari hasil metabolisme bakteri.
B.
SARAN
1. Sebelum
membeli makanan kaleng sebaiknya dilakukan pemeriksaan ada tidaknya kerusakan
kemasan untuk menghindari bahaya keracunan makanan.
2. Menghindari
pengonsumsian makanan kaleng yang berlebihan untuk mencegah penyakit akibat
dampak mikroorganisme patogen yang ada di dalamnya.
3. Produsen
makanan kaleng sebaiknya memperhitungkan kualitas kesehatan pangan dan
pengawasan yang baik untuk menghindari bahaya yang menimpa konsumen.
4. Mengatur
kondisi-kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan C. botulinum dengan sterilisasi makanan yang baik.
5. Pemanasan
untuk makanan kaleng seharusnya dapat membunuh semua mikroorganisme penyebab penyakit
dan pembusuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Hariyadi,
P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan
Praktek Proses Termal. Pusat STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Wirakartakusumah,M.A.,
Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip
Teknik Pangan. PAU Pangan,
Bagaimana cara bakteri masuk ke dalam kemasan makanan???
BalasHapus